Selasa, 29 Desember 2009

BAHAYA DAGING BUSUK

BAHAYA DAGING BUSUK

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air , baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman ( UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga merupakan komoditas perdagangan, memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis, jujur, dan bertanggung jawab sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Pangan yang perlu pengawasan dalam produksi, distribusi, dan perdagangannya yaitu pangan segar, pangan olahan, pangan siap saji, produk rekayasa genetika dan bahan tambahan pangan. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, daging. Pangan olahan dibagi menjadi dua, yaitu pangan olahan tertentu dan pangan siap saji. Makanan / pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. Sedangkan pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

Pangan yang menjadi tidak aman dikonsumsi karena terdapat bahaya biologis dan kimia dapat terjadi karena dua cara. Yang pertama adalah kontaminasi yang tidak disengaja (unintentional contamination), yang dapat diuraikan pada tiga kegiatan yaitu praktek yang salah (bad practices), ketidaktahuan (lack of knowledge), dan ketidakpedulian (ignorance). Yang kedua adalah kegiatan tidak benar yang disengaja (intentional contamination) seperti sabotase dan bioterorisme.

Sudah tak asing lagi terdengar jika banyak kasus mengenai pelanggaran pangan, baik menggunakan bahan tambahan pangan yang menyalahi aturan atau pada pedagang yang curang dengan mensiasati pangan agar hasil produksinya terjual dengan cepat dan meraih keuntungan sebesar-besarnya. Salah satu kasusnya yaitu pendaurulangan daging yang telah tak layak makan agar terlihat layak untuk diperjualbelikan di pasar. Sebelum dipasarkan, daging tersebut dicampur dengan formalin dengan tujuan agar kembali kenyal dan bau busuknya menjadi berkurang sehingga awet atau bisa tahan lama untuk beberapa hari ke depan. Kasus ini termasuk penyalahgunaan bahan kimia berbahaya.

Setelah dicampur dengan formalin, daging dilumuri dengan menggunakan darah segar yang berasal dari ayam yang baru dipotong atau darah dari sapi segar. Formalin umumnya mengandung formaldehid 37% dan metil alkohol 10-15 %. Formaldehid jika dikonsumsi dapat merusak hati, ginjal, limpa, pankreas, otak dan menimbulkan kanker dalam jangka panjang terutama kanker hidung, dapat menimbulkan vertigo dan perasaan mual dan muntah. Metil alkohol jika dikonsumsi dapat menyebabkan kebutaan, kerusakan hati, dan menimbulkan kanker pada keturunan selajutnya.

Selain itu makanan yang mengandung formalin dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti nyeri perut, muntah-muntah, gangguan sistem syaraf, dan gangguan sirkulasi jantung/darah. Formalin biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat, pembasmi hama, dan penghilang bau. Dalam dosis tinggi, formalin bisa menyebabkan kejang, sulit buang air kecil, muntah darah, kerusakan ginjal, dan kematian. Dengan berbagai akibat yang sangat berbahaya untuk kesehatan tersebut, formalin masih saja tetap digunakan hanya untuk alasan yang cukup kejam yaitu meraih keuntungan sebesar-besarya dari hasil penjualan, sangat ironis.

Darah umumnya mengandung uric acid yang merupakan racun / toxic yang berbahaya bagi kesehatan kita. Uric acid yang ada di dalam tubuh kita akan dibawa darah yang kemudian akan dibuang ke luar tubuh dengan air urin / air kencing melalui ginjal. Minum darah atau memakan makanan yang tidak bersih dari darah dapat membuat kita keracunan atau memperberat kerja dari organ ginjal kita yang berharga. Kombinasi yang sangat mencengangkan antara bahan tambahan pangan berupa darah dan formalin.

Menurut pasal 1 (4) UU No. 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa “Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.” Beberapa produk hukum lain telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya mendapatkan pangan yang aman dan berkualitas untuk dikonsumsi oleh masyarakat di antaranya adalah PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Daging sapi busuk yang direkayasa sehingga terlihat segar adalah suatu bentuk penipuan terhadap masyarakat.

Berdasarkan amanat UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikaitkan dengan hak konsumen mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; serta hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. Kasus di atas selain melanggar peraturan tentang bahan tambahan pangan yang digunakan untuk pangan segar juga melanggar peraturan perundangan perlindungan konsumen.

Selain itu dari UU No. 8 Tahun 1999 penjualan daging busuk dengan bahan tambahan pangan berupa darah dan formalin tidak sesuai dengan pasal 8 ayat 2 yang menyebutkan “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud”.

Pelaksanaan pengawasan di lapangan dirasakan masih sangat lemah, padahal perangkat peraturan perundang-undangan dalam perlindungan konsumen sudah cukup memadai. Karena itu, perlu dilakukan harmonisasi ketentuan-ketentuan yang ada agar terjalin koordinasi yang efektif antar instansi terkait. Akibat belum adanya harmonisasi selama ini, pelaksanaan kontrol di lapangan belum sepenuhnya berjalan efektif. Mengawasi barang beredar di pasar bersama-sama pemerintah perlu ditingkatkan dan disosialisasikan secara terus menerus. Karena pengetahuan masyarakat tentang daging yang sehat, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi masih amat rendah. Umumnya masyarakat tidak tahu dan sebagian lagi tidak mau tahu apakah daging yang dibelinya berasal dari mata rantai proses penyediaan daging yang menjamin keamanan dan kehalalannya. Banyak juga dari mereka berpikir hanya mendapatkan daging yang murah tanpa berpikir apakah daging yang dibelinya aman.

Beberapa produk hukum lain telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya mendapatkan pangan yang aman dan berkualitas untuk dikonsumsi oleh masyarakat, di antaranya adalah PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, juga Depkes mengeluarkan Permenkes No. 722 Tahun 1998 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk terus menerus memberikan penerangan mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan BTP (Bahan Tambahan Pangan) yang tidak sesuai peraturan.

Di dalam kitab suci Alquran juga sudah dijelaskan, bahwa jika seseorang memakan sesuatu yang telah menjadi bangkai (busuk), berarti orang tersebut memakan makanan yang haram. Seperti tercantum pada surat Al-Maidah ayat 3 ”Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, (hewan) yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”. Ini sudah semakin memperjelas bahwa praktek penjualan daging busuk yang dilumuri darah menyalahi peraturan hukum negara dan agama.

Peraturan yang ada dan diberlakukan dalam bidang keamanan pangan sebenarnya sudah cukup, hanya masalahnya ada pada pelaksanaan atau penegakan hukum yang belum konsisten. Pemerintah sepertinya kurang serius untuk menegakkan hukum karena sebagian besar pengguna BTP yang berbahaya tersebut adalah industri rumah tangga dengan modal yang kecil.

Hal-hal di atas awalnya membuat beberapa masyarakat tertipu, namun jika sudah diketahui, masyarakat dapat semakin berhati-hati dalam membeli. Pengetahuan konsumen mengenai karakteristik pangan segar sangat penting agar konsumen mampu melindungi dirinya dari bahaya-bahaya yang muncul akibat pangan, sehingga konsumen sendiri dapat meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandiriannya untuk melindungi diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut