Minggu, 20 Desember 2009

Biologi Sel

Sel adalah unit dasar dari biologi. Setiap organisme tersusun atas sel atau setidaknya sebagai sel itu sendiri. Pemahaman tentang struktur dan fungsi sel diperlukan untuk memahami kemampuan dan keterbatasan suatu organisme, apakah itu hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme.

Biologi sel adalah cabang ilmu biologi yang dinamis. Perkembangan pengetahuan yang sangat pesat terhadap struktur dan fungsi sel disumbangkan oleh beragam ilmuwan dengan beragam disiplin ilmu yang saling terkait yang semuanya berusaha menerangkan bagaimana suatu sel bekerja. Kemajuan yang paling dinamis adalah perkembangan pengetahuan terhadap kemampuan sel untuk tumbuh, bereproduksi dan berspesialisasi, dan juga terhadap kemampuan sel dalam hal menanggapi rangsangan dari luar dan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Tiga disiplin ilmu, yaitu sitologi, biokimia dan genetika, saling konvergen dalam membangun pengetahuan tentang sel yang semakin ditil sehingga memunculkan biologi sel modern sebagai salah satu ilmu biologi kontemporer yang menarik dan dinamis.

Sejarah Singkat Teori Sel

Sejarah tentang sel dimulai sekitar 300 tahun yang lalu, ketika para ilmuwan di Eropa mulai menggunakan mikroskop untuk mengamati beragam material biologis, mulai dari gabus batang tumbuhan sampai ke sperma manusia. Salah satu pioner biologi sel adalah Robert Hooke, seorang kurator peralatan laboratorium di Royal Society of London. Pada tahun 1665, Tuan Hooke menggunakan mikroskop buatannya sendiri untuk mengamati sayatan tipis gabus batang tumbuhan. Dia melihat struktur rongga-rongga yang mengingatkannya ke sarang lebah. Tuan Hooke menyebutkan rongga yang dilihatnya sebagai cellulae (L. = kamar kecil). Istilah “sel” yang digunakan oleh Tuan Hooke ini terus digunakan sampai sekarang.

Dalam pengertian tentang sel saat ini, apa yang diamati oleh Tuan Hooke bukanlah sel melainkan suatu rongga kosong yang dibatasi oleh dinding-dinding sel tumbuhan yang mati. Tuan Hooke tidak menyadari bahwa gabus tumbuhan yang diamatinya adalah sebagai benda mati, karena dia juga tidak memahami bagaimana mereka hidup. Dari hasil-hasil pengamatan berikutnya dengan jenis tumbuhan yang lain, dia menyadari bahwa dalam rongga-rongga yang diamatinya kadang ditemukan berisi cairan yang disebutnya jus. Meskipun begitu, dia tetap berkonsentrasi pada hasil pengamatan awal bahwa sel adalah rongga yang dibatasi oleh “dinding sel”.

Salah satu pembatas utama yang mendasar dari hasil pengamatan Tuan Hooke adalah pada mikroskop yang digunakan mempunyai pembesaran hanya sekitar 30x. Dengan kemampuan serendah itu, tidak mungkin Tuan Hooke bisa mengamati organisasi internal sel.

Beberapa tahun kemudian, Antonie van Leeuwenhoek berhasil membuat mikroskop dengan pembesaran sampai 300x. Menggunakan mikroskop buatannya, dia adalah orang pertama yang melihat sel hidup, mulai dari sel-sel darah, sperma manusia dan beragam organisme uniselular yang ada di air kolam. Gambar-gambar yang indah hasil pengamatannya dilaporkan ke Royal Society of London secara serial selama kuartal akhir abad ke-17.

Ada dua faktor pembatas untuk memahami sel lebih lanjut, yaitu

1. Keterbatasan kemampuan mikroskop
Meskipun untuk jamannya lensa asahan Tuan Leeuwenhoek sangat unggul, tetap tidak mampu melihat struktur sel yang bersifat renik

2. Ilmu biologi abad 17 yang bersifat deskriptif
Faktor kedua ini mungkin sebagai faktor yang lebih mendasar. Pada abad ke-17 bisa disebut sebagai Jaman Emas Pengamatan. Meskipun begitu, keingintahuan terhadap struktur material biologis membawa ke penggunaan lensa mikroskop.

Pemahaman terhadap organisasi material biologis yang terjadi seabad kemudian merupakan hasil konvergensi antara kemampuan mikroskop yang semakin baik dan pola pikir eksperimen para ahli mikroskopis. Pada 1830-an, kemampuan perbesaran dan resolusi mikroskop berhasil mengamati struktur berukuran 1 mikrometer (se per sejuta meter atau 1 mm). Ahli Botani Inggris, Robert Brown, menemukan bahwa di bagian tengah dari setiap sel tumbuhan terdapat struktur bulat yang kemudian disebut nucleus (L. = kernel). Pada tahun 1838, Matthias Schleiden dari Jerman sampai pada kesimpulan penting, yaitu bahwa setiap jaringan tumbuhan terdiri atas sel dan bahwa tumbuhan embrional selalu berasal dari sel tunggal. Setahun kemudian, Theodor Schwann menyimpulkan juga bahwa jaringan hewan juga terdiri atas sel. Spekulasi yang ada sebelumnya menyebutkan bahwa tumbuhan dan hewan mempunyai struktur yang berbeda. Munculnya spekulasi tersebut bisa dipahami karena sel-sel penyusun jaringan hewan tidak dilengkapi dengan dinding sel sebagaimana sel-sel tumbuhan. Keberhasilan Tuan Schwann mengamati adanya sel pada jaringan hewan karena yang diambil sebagai sampel adalah jaringan tulang kartilago. Sel-sel penyusun jaringan kartilago, walaupun tidak mempunyai dinding sel, dikelilingi oleh matriks ekstraselular yang tebal yang tesusun atas serabut-serabut kolagen.

Dengan begitu, teori sel yang dipostulatkan oleh Tuan Schwann pada tahun 1839 ada dua idea, yaitu

1. Semua organisme terdiri atas satu atau lebih sel

2. Sel merupakan unit dasar struktur bagi semua organisme

Tidak sampai 20 tahun kemudian atau pada tahun 1855, ide ketiga ditambahkan oleh Rudolf Virchow (ahli fisiologi dari Jerman) sebagai pernyataan yang populer, yaitu omnis cellula e cellula yang diterjemahkan

3. Semua sel berasal dari sel yang ada sebelumnya

Ide ketiga dari teori sel diatas dikembangkan atas dasar kerja Karl Nägeli tentang pembelahan sel. Eksperimen Tuan Nägeli diilhami oleh deskripsi tentang inti sel oleh Robert Brown. Munculnya ide ketiga dari teori sel menyebabkan bahwa sel tidak hanya sebagai unit dasar struktur melainkan juga unit dasar reproduksi.

Biologi Sel Modern

Biologi sel moder yang berkembang pesat dalam tahun-tahun belakangan ini merupakan hasil konvergensi tiga cabang ilmu yang awalnya saling berbeda, yaitu sitologi yang mempelajari struktur sel, biokimia yang mempelajari proses-proses kimia dalam sel dan genetika yang mempelajari pola pewarisan sifat. Sebagaimana sejarah teori sel, perkembangan sitologi disebabkan oleh kemampuan pembesaran dan resolusi lensa mikroskop, yang mencapai puncaknya setelah munculnya teknik-teknik optik dan mikroskop elektron yang menggantikan mikroskop cahaya.

Bersamaan dengan bidang sitologi mengungkap struktur menggunakan mikroskop, para ilmuwan di bidang lain mengamati dan berusaha menerangkan fungsi-fungsi sel. Fungsi sel merupakan proses-proses kimia yang terjadi di dalam sel yang dipelajari dalam biokimia (“bio-chemical”). Pada tahun 1828, Friedrich Wöhler (ahli kimia dari Jerman) berhasil mensintesis urea (bahan organik) di laboratorium dari amonium sianat (material anorganik). Keberhasilannya merupakan terobosan pemikiran yang menyatukan biologi dan biokimia. Pemikiran yang berkembang sebelumnya mempercayai bahwa mahluk hidup tidak mengikuti hukum-hukum fisika dan kimia seperti pada mahluk tak hidup. Dengan begitu, Tuan Wöhler berhasil menyatukan perbedaan konsep mahluk hidup dan mahuk tak hidup dengan memberikan bukti bahwa proses-proses biokimia juga diatur oleh hukum-hukum fisika dan kimia.

Sekitar 40 tahun kemudian, Louis Pasteur mengemukakan proses fermentasi gula menjadi alkohol yang dilakukan oleh sel-sel ragi yang hidup. Mengikuti hasil Tuan Pasteur, Eduard dan Hans Buchner pada tahun 1897 berhasil membuktikan bahwa ekstrak ragi - bukan sel utuh ragi - bisa melakukan fermentasi. Pada awalnya, ekstrak ragi disebutnya sebagai “ferment” yang kemudian menjadi jelas bahwa di dalamnya ada agen aktif katalisator yang kemudian dikenal sebagai enzim.

Perkembangan terhadap pemahaman fungsi sel yang sangat pesat berikutnya terjadi sekitar tahun 1920 - 1930-an ketika para ahli biokimia Jerman, antara lain Gustav Embden, Otto Meyerhof, Otto Warburg dan Hans Kreb, berhasil mengungkapkan lintasan biokimia fermentasi dan proses-proses selular yang menyertainya. Keberhasilan mereka melekat ke hasil karyanya. Kita mengenal Embden-Meyerhof pathway untuk menyebut lintasan glikolisis yang ditemukan di awal tahun 1930-an. Selain itu, kita mengenal Krebs Cycle untuk menyebut siklus asam trikarboksilat (TCA cycle). Sekitar waktu yang bersamaan, Fritz Lipmann (ahli biokimia dari Amerika) menemukan adanya senyawa berenergi tinggi, yaitu adenosine triphosphate (ATP).

Sekitar tahun 1950-an, Melvin Calvin (Ahli fisiologi tumbuhan dari Amerika) berhasil mengungkapkan lintasan metabolisme karbon dalam fotosintesis yang kemudian dikenal sebagai siklus Calvin. Keberhasilannya ditunjang oleh penggunaan isotop radioaktif (3H, 14C dan 32P) untuk melacak atom dan molekul dalam suatu proses metabolisme. Tuan Calvin dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan radioisotop untuk mempelajari lintasan biokimia.

Selain itu, perkembangan teknik ultrasentrifugasi yang dimotori oleh Theodor Svedberg (Swedia) sekitar 1925 - 1930-an berhasil menentukan laju sedimentasi protein. Sebagaimana mikroskop elektron sebagai landmark bagi perkembangan sitologi, ultrasentrifugasi adalah landmark bagi biokimia. Konvergensi dan komplementasi keduanya menyatukan hasil-hasil pengamatan struktur sel (dalam hal ini organel sel) yang dikombinasikan dengan proses-proses biokimia yang terjadi di dalamnya. Kegemilangan teknik sentrifugasi dilakukan oleh Albert Claude antara 1940 - 1950-an untuk mengisolasi fraksi subselular. Keduanya mendasari kelahiran biologi sel modern.

Cabang ilmu biologi ketiga yang kemudian memunculkan biologi sel modern adalah genetika. Pelopor cabang ilmu ini yang paling populer adalah Gregor Mendel sekitar abad 19 yang dikenal sebagai Genetika Mendel. Publikasinya bertahun 1866 mengemukakan prinsip-prinsip pewarisan yang sangat terkenal, yaitu segregasi dan penyatuan bebas dari faktor-faktor hereditas. Faktor hereditas dalam setiap mahluk hidup ada sepasang yang pada saat ini disebut sebagai gen. Tentunya pada jaman itu, mahluk hidup yang dikenal hanya ada dua, yaitu tumbuhan dan hewan. Sayang sekali, publikasi Mendel terabaikan sampai kemudian ditemukan kembali setelah 35 tahun sejak dipublikasikan.

Ditemukannya kembali publikasi Mendel, menyebabkan peranan inti dalam kontinyuitas genetik lebih mudah dipahami. Walther Fleming pada tahun 1880, mengemukakan bahwa selama sel membelah ada struktur berupa kumpulan benang-benang di daerah inti sel yang mengikutinya yang kemudian disebut kromosom. Pembelahan sel itu disebutnya sebagai mitosis (G. = benang). Setiap sel dari setiap generasi pada satu spesies mempunyai jumlah kromosom yang konstan dari generasi ke generasi. Selain itu, setiap spesies mempunyai jumlah kromosom yang tidak sama. Karena itu, Wilhelm Roux tahun 1883 menduga bahwa informasi genetik ada di dalam kromosom. Dugaan ini kemudian ditegaskan lagi oleh August Weissman.

Jadi, begitu publikasi karya Mendel ditemukan ulang maka idea ketiga yang ada dalam teori sel bisa dipahami sebagai peranan inti sel dan kromosom. Hal ini kemudian mendasari eksperimen yang dilakukan oleh tiga ilmuwan yang saling tidak berhubungan, yaitu Carl Correns di Jerman, Ernst von Tschermak di Austria dan Hugo de Vries di Belanda sekitar tahun 1990-an. Dalam waktu hanya tiga tahun sejak itu, Walter Sutton berhasil menyatukan struktur “benang” dari kromosom yang disampaikan oleh Flemming dan faktor hereditas yang disampaikan oleh Mendel menjadi satu formula Teori Hereditas Kromosom. Menurut Sutton, faktor-faktor hereditas yang berperan dalam pewarisan Mendel terletak di kromosom yang ada dalam inti sel. Teori kromosom tersebut diperkuat oleh bukti-bukti hasil eksperimen Thomas Hunt Morgan dan murid-muridnya yang menemukan bahwa sifat-sifat khusus pada lalat buah terpaut dengan lokasi yang spesifik pada kromosom.

Dalam waktu yang tidak jauh berbeda, beberapa ilmuwan yang lain melakukan eksperiman untuk mengungkapkan dasar-dasar molekular pewarisan sifat. Salah satu ilmuwan yang paling menonjol adalah Johann Friedrich Miescher yang pada tahun 1886 menemukan molekul DNA yang pada saat itu disebutnuclein. Molekul DNA berhasil diisolasi dari sperma ikan salmon dan cairan luka yang membasahi perban. Sebagaimana nasib Mendel yang mendahului masanya, molekul DNA bisa diapresiasi sebagai material yang diwariskan dari sel tetua ke sel-sel anak setelah melewati masa sekitar 75 tahun. Pada awalnya, pembuktian melalui eksperimen dilakukan tahun 1914 oleh Robert Fuelgen yang berhasil melacak aktifitas kromosom dengan mengembangkan teknik-teknik pewarnaan. Tapi untuk memastikan bahwa DNA adalah material pewarisan masih kurang kuat. Hal ini disebabkan ide yang berkembang luas pada saat itu masih menganggap bahwa protein yang banyak ditemukan di dalam inti sel adalah sebagai material pewarisan.

Eksperimen yang spektakuler untuk membuktikan bahwa molekul DNA adalah material genetik dilaporkan tahun 1944 oleh Oswald Avery, Colin McLeod dan Maclyn McCarthy. Mereka berhasil mentransformasikan molekul DNA ke sel bakteri. Sekitar 8 tahun kemudian setelah Alferd Hershey dan Martha Chase tahun 1952 membuktikan bahwa DNA, bukan protein, yang masuk ke sel bakteri ketika virus menginfeksi bakteri. Setahun kemudian, James Watson dan Francis Crick mengajukan model struktur molekul DNA yang sangat populer sebagai double helix. Akibat yang ditimbulkan oleh model yang diajukannya adalah pemahaman baru terhadap bagaimana replikasi dan mutasi genetik bisa terjadi.

Sekitar tahun 1960-an, beragam penemuan hasil eksperimen menyimpukan bahwa protein (dalam hal ini enzim) disintesis oleh DNA dan RNA dengan cara membaca sandi yang ada dalam runutan nukleotida (monomer molekul DNA) diterjemahkan menjadi runutan asam amino (monomer protein). Sejak itu, beragam spekulasi dan hipotesis tentang pewarisan satu per satu berhasil dibuktikan yang menyebabkan adanya revolusi biologi, terutama dengan munculnya cabang ilmu biologi baru, yaitu genetika molekular. Dalam perjalanan sejarah penemuan-penemuan sejak abad 17, ketiga cabang ilmu saling melengkapi dan menyatu membentuk apa yang disebut biologi sel modern.

SATUAN UKURAN DALAM BIOLOGI SEL

Sebagian besar ukuran sel dan organel sangat kecil yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Selain itu, satuan ukuran yang sering digunakan tidak terlalu dikenal oleh sebagian mahasiswa sehingga mereka mengalami kesulitan untuk mengapresiasi struktur sel. Ada dua pendekatan untuk memecahkan masalah ini, yaitu

1. menjelaskan bahwa hanya ada dua satuan ukuran yang biasa digunakan untuk menggambarkan dimensi ukuran sel dan struktur sel, yaitu mikrometer dan nanometer

2. Setiap menampilkan gambar suatu struktur harus dilengkapi dengan satuan ukuran dari salah satu satuan diatas

Mikrometer (mm) adalah satuan ukuran yang paling berguna untuk menggambarkan ukuran sel dan organel besar. Mikrometer atau mikron adalah satuan yang merujuk ke se per juta meter atau 10-6 m. Pada umumnya, sel bakteri berdiameter beberapa mikron, sedangkan sel tumbuh- an dan hewan 10 - 20x lebih besar. Beberapa organel seperti mitokondria dan kloroplas berdiameter hampir sama dengan sel bakteri, yaitu hanya beberapa mikron saja. Organel-organel yang lebih kecil biasanya berukuran antara 0.2 - 1.0 mm. Sebagai acuan, jika suatu struktur masih bisa dilihat menggunakan mikroskop cahaya biasanya ukurannya diekspresikan dalam satuan mikron. Hal ini karena resolusi mikroskop cahaya sekitar 0.20 - 0.35 mm.

Nanometer (nm) adalah satuan ukuran yang banyak digunakan untuk menggambarkan struktur molekul atau subselular yang terlalu kecil untuk bisa dilihat menggunakan mikroskop cahaya. Nanometer adalah satuan yang merujuk ke se per milar meter atau 10-9 m, atau se per seribu um. Seringkali nanometer dinotasikan sebagai milimikron atau mm. Sebagai patokan untuk satuan nanometer adalah ribosom yang berdiameter sekitar 25-30 nm. Beberapa ultrastruktur sel yang biasa menggunakn satuan nanometer adalah tubulus mikro, filamen mikro, membran dan molekul DNA.

Selain kedua ukuran diatas, satuan Angstrom atau Å yang setara dengan 10-10 m atau 0.1 nm. Satuan ini lebih sering digunakan untuk menggambarkan dimensi ukuran molekul. Karena satuan Angstrom berbeda se per sepuluh dari nanometer, seringkali satuan ini digunakan juga untuk menyatakan dimensi suatu ultrastruktur sel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut